Rabu, 20 Maret 2013

PETUGAS DINAS PETERNAKAN DAN SATPOL PP SUMBA TIMUR CEGAT DAN TAHAN 250 EKOR SAPI


Waingapu, WT: Sejumlah 250 ekor sapi jantan jenis Sumba Ongole ditahan petugas Satpol PP dan Dinas Peternakan Sumba Timur dan batal diberangkatkan melalui Pelabuhan Laut Waingapu tujuan Jakarta via Surabaya, Jum’at sore (15/3), sedianya akan menggunakan kapal motor/KM. Mitra Konawe tujuan Tanjung Perak (Kalimas) Surabaya. Sapi-sapi tersebut ditampung dan tertahan di Balai Karantina Hewan Waingapu yang merupakan pintu terakhir bagi Pulau Sumba untuk mengantar pulaukan hewan ternak.
Pasal penahanan dan pembatalannya akibat adanya kesalahan prosedur, dimungkinkan juga unsur

pemalsuan/penipuan asal-usul sapi oleh beberapa pedagang bekerja sama dengan petugas Dinas Peternakan (Disnak) Sumba Tengah, juga penggelapan hewan ternak (masih dalam pemeriksaan intensif).  
Beberapa sumber terpercaya yang enggan namanya dipublikasikan mengatakan sapi-sapi tersebut adalah milik 3 orang pedagang ternak yakni JS, JK, dan FH alias UH, yang dipercayakan pengirimannya kepada UD. Kasih Ibu, Oktavianus Berlian Tamu Umbu sebagai penanggung jawabnya. Oktavianus, demikian sebutannya mengambil perijinan atas sapi-sapi tersebut melalui Disnak Sumba Tengah.


Kabid Usaha Tani Disnak Sumba Timur, Herman Raja Haba dihubungi wartawan melalui ponselnya, Jumat (15/3) membenarkan adanya 250 ekor sapi yang “dipending” dan ditahan pengirimannya ke Jakarta via Surabaya saat ini berada di Balai Karantina Hewan Waingapu, sambil menunggu keputusan dari Kadis Peternakan dan Bupati Sumba Timur.
“Sekarang sedang dalam penanganan dan pengamanan teman-teman petugas dari Dinas Peternakan, Satpol PP Sumba Timur dan diawasi Polisi KP3 Laut Waingapu karena diduga hewan ternak tersebut salah prosedur perijinannya”, jelas Herman.
Marthen LB Ngongo, Plh. Balai Karantina Hewan Waingapu ditemui di kantornya, Jum’at (15/3) menjelaskan bahwa ke-250 ekor sapi tersebut dokumennya berasal dari Dinas Peternakan Sumba Tengah. Ia juga mengakui bahwa beberapa hari sebelumnya ada beberapa orang petugas dari Disnak Sumba Tengah yang datang ke kandang Karantina dan meminta ijinnya melakukan pemeriksaan serta mengambil sampel darah terhadap sapi-sapi tersebut untuk diperiksa, hasilnya kemudian dituangkan ke dalam dokumen berupa Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang dilampirkan bersama-sama dengan SK Antar Pulau Hewan dari Pemprov NTT..
“Kami tidak berani menahan hewan-hewan tersebut untuk di antar pulaukan karena telah memiliki dokumen yang sah. Makanya saya bilang kepada teman-teman dari Dinas Peternakan Sumba Timur, kalau memang mau melakukan penahanan sapi-sapi tersebut tolong berikan kami surat penahanannya agar kami tidak dikomplain oleh pedagang antar pulau. Kami memang tidak tahu asal-usul hewan tersebut dan kami tidak berhak memeriksanya, tapi memang surat-suratnya sudah lengkap sesuai dengan aturan Balai Karantina yang berlaku saat ini”, ungkap Marthen.
Hendrik, yang merupakan Bos dari ketiga pedagang sapi yang namanya diinisialkan di atas dihubungi melalui pesan singkat sms dari ponselnya di Jakarta mengatakan, “SK (surat ijin) dari Propinsi sudah keluar. Sudah sah. Tidak ada merugikan Kabupaten manapun. Persaingan (perdagangan antar pulau hewan ternak) tidak sehat. Mereka akan menyesal satu hari”, tulis Hendrik.
Beberapa sumber baik petugas Disnak Sumba Timur yang sedang bertugas di karantina maupun beberapa pengusaha antar pulau hewan ternak yang enggan namanya dipublikasikan ditemui di Balai Karantina Waingapu, Jum’at (15/3) mengungkapkan adanya beberapa kejanggalan dalam proses pemeriksaan maupun pengambilan perijinan yang berasal dari kabupaten tetangga tersebut.
“Sapi-sapi tersebut berasal dari wilayah Sumba Timur namun bukan kami dari Disnak Sumba Timur yang melakukan pemeriksaan tetapi dilakukan oleh petugas Disnak Sumba Tengah di Karantina Waingapu beberapa hari lalu. Ini kan aneh, sementara kami (Sumba Timur) mempunyai jatah/quota tersendiri dari Pemprov NTT dan kami sedang melakukan pengendalian pengeluaran ternak. Nyatanya, petugas dari Disnak Sumba Tengah yang mengambil alih fungsi kami, apa lagi kami mencurigai dari awal sapi-sapi tersebut dibeli/berasal dari warga Sumba Timur dan memiliki KKMT (Kartu Keterangan Mutasi Ternak/ bukti kepemilikan ternak) Sumba Timur juga. Nah, kenapa justru petugas dari Sumba Tengah yang memeriksanya. Ini jelas ada unsur penipuan dokumen dan melangkahi birokrasi hingga merugikan PAD Sumba Timur (karena setiap hewan ternak yang akan diantar pulaukan dipungut biaya SP3/Sumbangan Pihak Ketiga sebesar Rp. 100.000/ekornya, jika dikalikan dengan 250 ekor maka cukup besar kerugian kita, belum lagi pendapatan dari hasil pemeriksaan darah di laboratorium”, jelas salah seorang petugas yang enggan namanya dipublikasikan.
Salah seorang pedagang antar pulau ternak juga mengungkapkan beberapa keanehan dari prosedur yang ditempuh oleh ketiga oknum, penanggung jawab UD. Kasih Ibu, maupun Marthen LB Ngongo.
“Memang beberapa hari lalu kami menyaksikan beberapa petugas Disnak Sumba Tengah datang ke Karantina, tetapi kami tidak melihat mereka mengambil sampel darah ke-250 sapi tersebut, hanya melihat-lihat saja. Saya kira Pak Marthen Ngongo juga tahu kalau tidak ada pemeriksaan sampel darah. Ini bukan yang pertama kali mereka lakukan tapi sudah keseringan, hanya kali ini baru bisa terungkap dan tertangkap basah. Harga daging sapi di Jakarta saat ini sudah mencapai Rp. 120.000 per- kilogramnya, ini mungkin yang memotivasi mereka menempuh cara-cara yang tidak prosedural”, ungkap salah seorang pedagang ternak yang minta namanya tidak disebutkan.
Sabtu, (16/3) tampak sapi-sapi tersebut masih dipending pemberangkatannya oleh petugas Dinas Peternakan Sumba Timur, sekitar 60 ekor sudah terlanjur berada di dek kapal. Herman R. Haba mengatakan akan memeriksa kembali dokumen-dokumen asal-usul ternak baik yang berupa KKMT maupun perijinan antar pulau dan akan melakukan rapat koordinasi baik dengan penanggung jawab UD. Kasih Ibu, dengan petugas Balai Karantina dan Disnak Kabupaten Sumba Tengah pada sore hari. Jika terdapat unsur penipuan dan pemalsuan asal-usul sapi-sapi tersebut maka otomatis akan digagalkan pemberangkatan/pengirimannya ke Surabaya. Sapi yang sudah terlanjur berada di dek kapal akan diturunkan paksa. Bila pedagang dan petugas Balai Karantina memaksakan diri untuk memberangkatkan ke-250 ekor sapi tersebut maka terpaksa akan ditahan sekaligus dengan kapalnya (akan dilaporkan ke Polres/dilakukan proses hukum; red)
Sabtu sore (16/3), digelar pertemuan untuk membahas dan melihat bukti atau dokumen asal-usul ternak sapi tersebut, dihadiri oleh Herman R. Haba dan Nur Cahyo Ndapatadi (Disnak Sumba Timur); Marthen LB Ngongo; Oktavianus didampingi 2 orang kuasa hukumnya yang datang hari  itu menggunakan pesawat terbang dari Kupang, NTT, dihadiri pula oleh Ahmad Zailani (Disnak Sumba Tengah), beberapa orang petugas Satpol PP dan Polisi KP3 laut Waingapu.
Dalam pertemuan yang berlangsung satu setengah jam dibalai Karantina Waingapu dimulai pukul 18.15-19.45 Wita terungkap bahwa benar KKMT sapi menunjukkan sapi berasal dari Sumba Timur, berlogo Pemda dan ditanda tangani oleh beberapa kepala desa di wilayah Sumba Timur,  dan bukan diangkut oleh pedagang dari wilayah Sumba Tengah.
“Tidak ada aturan untuk mengeksploitasi hewan ternak oleh daerah/kabupaten lain, ini menyebabkan kerugian PAD bagi Sumba Timur ”, kata Herman.
Ahmad Zailani mengelak tudingan Herman R. Haba, menurutnya benar KKMT dan sapi memang berasal dari Sumba Timur yang diperiksa pihaknya di Karantina Waingapu, namun pihaknya tidak berniat mengubah KKMT, rekomendasi pengeluaran ternak yang diterbitkannya implisit telah mengatur jika ada pungutan atau ketentuan lainnya oleh Kabupaten Sumba Timur maka wajib dipenuhi oleh pengusaha/pedagang. Rekomendasi kemudian dilampirkan bersama dengan SK dari Pemprov NTT.
 “Kami tidak berniat mengubah bentuk atau pun isi KKMT sapi tersebut yang memang berasal dari Sumba Timur, kalau di sini (Sumba Timur) harus membayar lagi SP3 maka harus dipenuhi, itu implisit ada dalam rekomendasi kami, apa lagi kalau ada aturan-aturan Perda Sumba Timur yang berlaku”, kilahnya dalam rapat pertemuan.
Di sela rapat pertemuan, Herman menerima panggilan ponsel dari Kepala Badan Perijinan PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Pemprov NTT, Zakarias Moruk. Dalam pembicaraan yang didengarkan oleh semua yang hadir melalui loudspeaker ponsel Herman terdengar Zakarias Moruk mengatakan jika perijinan yang diterbitkan pihaknya menyalahi aturan yang berlaku di Kabupaten Sumba Timur maka dipersilakan untuk membatalkannya.
Dalam kesimpulan rapat oleh Herman R. Haba yang juga diakui kebenarannya oleh semua yang hadir dalam pertemuan tersebut bahwa prosedur penerbitan perijinan adalah hak otoritas Pemkab Sumba Timur dalam hal ini Disnak Sumba Timur, pengeluaran ijin oleh Disnak Sumba Tengah merupakan kesalahan fatal yang dilakukan oleh pedagang/pengusaha ternak maupun oleh petugas Disnak Sumba Tengah di wilayah Sumba Timur.
“Dimana bumi dipijak maka disitu langit dijunjung. Masing-masing kabupaten di seluruh NTT telah mendapatkan quota/jatah pengeluaran ternak dari Pemprov NTT, sesuai dengan prinsip dan ketentuan otonomi daerah maka kami Sumba Timur lah yang berhak untuk melakukan prosedur pengeluaran ternak kami sendiri, bukan kabupaten tetangga lainnya. Sebagaimana juga telah diatur dalam prosedur tetap (protap) pengeluaran hewan ternak Sumba Timur, saya nyatakan 250 ekor sapi tersebut kami tahan, perijinan dari Sumba Tengah kami nyatakan tidak berlaku karena dari awal sudah salah prosedur”, ujar Herman R. Haba saat pertemuan berlangsung.
Oktavianus sempat ngotot meminta alasan penahanan dan penurunan paksa sapi yang akan dilakukan petugas, namun dapat ditepis dengan jawaban yang mencengangkan oleh Herman R. Haba merunut dasar aturan yang berlaku di Sumba Timur, dan ia akan memberikan kebijakan sebagai solusinya yaitu, setelah semua sapi dikumpulkan kembali di kandang tampung karantina maka UD. Kasih Ibu boleh mengajukan permintaan ijin kepada Pemkab Sumba Timur dan akan ditindak lanjuti oleh petugas dinas/instansi terkait baik proses perijinan maupun teknis pemeriksaan terhadap ternak sapi dimaksud.
Pihak kuasa hukum Oktavianus yakni Abdul Wahab, SH dan Manotona Laia,SH,MA tidak keberatan menerima hasil rapat, karena dalam rapat UD. Kasih Ibu diancam akan di-black list oleh Herman bila tetap bersikeras melanjutkan proses pengapalannya.  
“Ini bukan kali pertama kasus terjadi, sebelumnya Oktavianus pernah melakukan kesalahan yang sama namun berhasil lolos, ia sudah pernah kami berikan surat teguran dan teguran lisan untuk tidak melakukan lagi, juga dibuatkan berita acara yang ia tanda tangani, namun sepertinya Oktavianus memang tidak mau dibina oleh Disnak Sumba Timur”, ungkap Herman, kesal.
Malam itu juga, Herman R. Haba yang telah diberi kuasa oleh Pemkab Sumba Timur membuat dan menandatangani surat penahanan resmi atas ternak sapi tersebut kepada UD. Kasih Ibu, yang ditembuskan kepada Balai Karantina Hewan Waingapu, Polisi KP3 Laut, Disnak Sumba Tengah dan Bupati Sumba Timur, proses ini berlangsung hingga dini hari pukul 01.00 Wita.
Terpantau, Selasa (19/3) telah dilakukan pemeriksaan mulai dari awal terhadap seluruh sapi yang bermasalah. Seluruh biaya yang timbul akibat dari ulah pedagang “nakal” tersebut nantinya ditanggung sendiri oleh pedagang. Hingga berita ini diturunkan ke-250 ekor sapi tersebut belum dikapalkan, sedang menjalani proses pemeriksaan lanjutan dan pengurusan perijinan.
Ditulis oleh: Hisyam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar