Waingapu, WT: Sejumlah 250 ekor
sapi jantan jenis Sumba Ongole ditahan petugas Satpol PP dan Dinas Peternakan
Sumba Timur dan batal diberangkatkan melalui Pelabuhan Laut Waingapu tujuan
Jakarta via Surabaya, Jum’at sore (15/3), sedianya akan menggunakan kapal
motor/KM. Mitra Konawe tujuan Tanjung Perak
(Kalimas) Surabaya. Sapi-sapi tersebut ditampung dan tertahan di Balai
Karantina Hewan Waingapu yang merupakan pintu terakhir bagi Pulau Sumba untuk
mengantar pulaukan hewan ternak.
pemalsuan/penipuan asal-usul sapi oleh beberapa pedagang bekerja sama
dengan petugas Dinas Peternakan (Disnak) Sumba Tengah, juga penggelapan hewan
ternak (masih dalam pemeriksaan intensif).
Beberapa sumber terpercaya yang enggan namanya dipublikasikan mengatakan
sapi-sapi tersebut adalah milik 3 orang pedagang ternak yakni JS, JK, dan FH
alias UH, yang dipercayakan pengirimannya kepada UD. Kasih Ibu, Oktavianus
Berlian Tamu Umbu sebagai penanggung jawabnya. Oktavianus, demikian sebutannya
mengambil perijinan atas sapi-sapi tersebut melalui Disnak Sumba Tengah.
Kabid Usaha Tani Disnak Sumba Timur, Herman Raja Haba dihubungi wartawan
melalui ponselnya, Jumat (15/3) membenarkan adanya 250 ekor sapi yang
“dipending” dan ditahan pengirimannya ke Jakarta via Surabaya saat ini berada
di Balai Karantina Hewan Waingapu, sambil menunggu keputusan dari Kadis Peternakan
dan Bupati Sumba Timur.
“Sekarang sedang dalam penanganan dan pengamanan teman-teman petugas
dari Dinas Peternakan, Satpol PP Sumba Timur dan diawasi Polisi KP3 Laut
Waingapu karena diduga hewan ternak tersebut salah prosedur perijinannya”,
jelas Herman.
Marthen LB Ngongo, Plh. Balai Karantina Hewan Waingapu ditemui di
kantornya, Jum’at (15/3) menjelaskan bahwa ke-250 ekor sapi tersebut dokumennya
berasal dari Dinas Peternakan Sumba Tengah. Ia juga mengakui bahwa beberapa
hari sebelumnya ada beberapa orang petugas dari Disnak Sumba Tengah yang datang
ke kandang Karantina dan meminta ijinnya melakukan pemeriksaan serta mengambil
sampel darah terhadap sapi-sapi tersebut untuk diperiksa, hasilnya kemudian
dituangkan ke dalam dokumen berupa Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang
dilampirkan bersama-sama dengan SK Antar Pulau Hewan dari Pemprov NTT..
“Kami tidak berani menahan hewan-hewan tersebut untuk di antar pulaukan
karena telah memiliki dokumen yang sah. Makanya saya bilang kepada teman-teman
dari Dinas Peternakan Sumba Timur, kalau memang mau melakukan penahanan
sapi-sapi tersebut tolong berikan kami surat penahanannya agar kami tidak dikomplain oleh pedagang antar pulau. Kami
memang tidak tahu asal-usul hewan tersebut dan kami tidak berhak memeriksanya,
tapi memang surat-suratnya sudah lengkap sesuai dengan aturan Balai Karantina
yang berlaku saat ini”, ungkap Marthen.
Hendrik, yang merupakan Bos dari ketiga pedagang sapi yang namanya
diinisialkan di atas dihubungi melalui pesan singkat sms dari ponselnya di
Jakarta mengatakan, “SK (surat ijin) dari Propinsi sudah keluar. Sudah sah.
Tidak ada merugikan Kabupaten manapun. Persaingan (perdagangan antar pulau
hewan ternak) tidak sehat. Mereka akan menyesal satu hari”, tulis Hendrik.
Beberapa sumber
baik petugas Disnak Sumba Timur yang sedang bertugas di karantina maupun
beberapa pengusaha antar pulau hewan ternak yang enggan namanya dipublikasikan
ditemui di Balai Karantina Waingapu, Jum’at (15/3) mengungkapkan adanya
beberapa kejanggalan dalam proses pemeriksaan maupun pengambilan perijinan yang
berasal dari kabupaten tetangga tersebut.
“Sapi-sapi tersebut berasal dari wilayah Sumba Timur namun bukan kami
dari Disnak Sumba Timur yang melakukan pemeriksaan tetapi dilakukan oleh
petugas Disnak Sumba Tengah di Karantina Waingapu beberapa hari lalu. Ini kan
aneh, sementara kami (Sumba Timur) mempunyai jatah/quota tersendiri dari
Pemprov NTT dan kami sedang melakukan pengendalian pengeluaran ternak. Nyatanya,
petugas dari Disnak Sumba Tengah yang mengambil alih fungsi kami, apa lagi kami
mencurigai dari awal sapi-sapi tersebut dibeli/berasal dari warga Sumba Timur
dan memiliki KKMT (Kartu Keterangan Mutasi Ternak/ bukti kepemilikan ternak)
Sumba Timur juga. Nah, kenapa justru petugas dari Sumba Tengah yang
memeriksanya. Ini jelas ada unsur penipuan dokumen dan melangkahi birokrasi
hingga merugikan PAD Sumba Timur (karena setiap hewan ternak yang akan diantar
pulaukan dipungut biaya SP3/Sumbangan Pihak Ketiga sebesar Rp. 100.000/ekornya,
jika dikalikan dengan 250 ekor maka cukup besar kerugian kita, belum lagi pendapatan
dari hasil pemeriksaan darah di laboratorium”, jelas salah seorang petugas yang
enggan namanya dipublikasikan.
Salah seorang
pedagang antar pulau ternak juga mengungkapkan beberapa keanehan dari prosedur
yang ditempuh oleh ketiga oknum, penanggung jawab UD. Kasih Ibu, maupun Marthen
LB Ngongo.
“Memang beberapa
hari lalu kami menyaksikan beberapa petugas Disnak Sumba Tengah datang ke
Karantina, tetapi kami tidak melihat mereka mengambil sampel darah ke-250 sapi
tersebut, hanya melihat-lihat saja. Saya kira Pak Marthen Ngongo juga tahu
kalau tidak ada pemeriksaan sampel darah. Ini bukan yang pertama kali mereka
lakukan tapi sudah keseringan, hanya kali ini baru bisa terungkap dan
tertangkap basah. Harga daging sapi di Jakarta saat
ini sudah mencapai Rp. 120.000 per- kilogramnya, ini mungkin yang memotivasi mereka
menempuh cara-cara yang tidak prosedural”, ungkap salah seorang pedagang
ternak yang minta namanya tidak disebutkan.
Sabtu, (16/3) tampak sapi-sapi tersebut masih dipending
pemberangkatannya oleh petugas Dinas Peternakan Sumba Timur, sekitar 60 ekor
sudah terlanjur berada di dek kapal. Herman R. Haba mengatakan akan memeriksa
kembali dokumen-dokumen asal-usul ternak baik yang berupa KKMT maupun perijinan
antar pulau dan akan melakukan rapat koordinasi baik dengan penanggung jawab UD.
Kasih Ibu, dengan petugas Balai Karantina dan Disnak Kabupaten Sumba Tengah pada sore
hari. Jika terdapat unsur penipuan dan pemalsuan asal-usul sapi-sapi tersebut
maka otomatis akan digagalkan pemberangkatan/pengirimannya ke Surabaya. Sapi yang
sudah terlanjur berada di dek kapal akan diturunkan paksa. Bila pedagang dan
petugas Balai Karantina memaksakan diri untuk memberangkatkan ke-250 ekor sapi
tersebut maka terpaksa akan ditahan sekaligus dengan kapalnya (akan dilaporkan
ke Polres/dilakukan proses hukum; red)
Sabtu sore (16/3), digelar pertemuan untuk membahas dan melihat bukti
atau dokumen asal-usul ternak sapi tersebut, dihadiri oleh Herman R. Haba dan
Nur Cahyo Ndapatadi (Disnak Sumba Timur); Marthen LB Ngongo; Oktavianus
didampingi 2 orang kuasa hukumnya yang datang hari itu menggunakan pesawat terbang dari Kupang,
NTT, dihadiri pula oleh Ahmad Zailani (Disnak Sumba Tengah), beberapa orang petugas
Satpol PP dan Polisi KP3 laut Waingapu.
Dalam pertemuan
yang berlangsung satu setengah jam dibalai Karantina Waingapu dimulai pukul
18.15-19.45 Wita terungkap bahwa benar KKMT sapi menunjukkan sapi berasal dari
Sumba Timur, berlogo Pemda dan ditanda tangani oleh beberapa kepala desa di
wilayah Sumba Timur, dan bukan diangkut
oleh pedagang dari wilayah Sumba Tengah.
“Tidak ada aturan
untuk mengeksploitasi hewan ternak oleh daerah/kabupaten lain, ini menyebabkan
kerugian PAD bagi Sumba Timur ”, kata Herman.
Ahmad Zailani
mengelak tudingan Herman R. Haba, menurutnya benar KKMT dan sapi memang berasal
dari Sumba Timur yang diperiksa pihaknya di Karantina Waingapu, namun pihaknya
tidak berniat mengubah KKMT, rekomendasi pengeluaran ternak yang diterbitkannya
implisit telah mengatur jika ada pungutan atau ketentuan lainnya oleh Kabupaten
Sumba Timur maka wajib dipenuhi oleh pengusaha/pedagang. Rekomendasi kemudian dilampirkan
bersama dengan SK dari Pemprov NTT.
“Kami tidak berniat mengubah bentuk atau pun
isi KKMT sapi tersebut yang memang berasal dari Sumba Timur, kalau di sini
(Sumba Timur) harus membayar lagi SP3 maka harus dipenuhi, itu implisit ada
dalam rekomendasi kami, apa lagi kalau ada aturan-aturan Perda Sumba Timur yang
berlaku”, kilahnya dalam rapat pertemuan.
Di sela rapat pertemuan,
Herman menerima panggilan ponsel dari Kepala Badan Perijinan PTSP (Pelayanan
Terpadu Satu Pintu) Pemprov NTT, Zakarias Moruk. Dalam pembicaraan yang
didengarkan oleh semua yang hadir melalui loudspeaker
ponsel Herman terdengar Zakarias Moruk mengatakan jika perijinan yang
diterbitkan pihaknya menyalahi aturan yang berlaku di Kabupaten Sumba Timur
maka dipersilakan untuk membatalkannya.
Dalam kesimpulan
rapat oleh Herman R. Haba yang juga diakui kebenarannya oleh semua yang hadir
dalam pertemuan tersebut bahwa prosedur penerbitan perijinan adalah hak
otoritas Pemkab Sumba Timur dalam hal ini Disnak Sumba Timur, pengeluaran ijin oleh
Disnak Sumba Tengah merupakan kesalahan fatal yang dilakukan oleh pedagang/pengusaha
ternak maupun oleh petugas Disnak Sumba Tengah di wilayah Sumba Timur.
“Dimana bumi
dipijak maka disitu langit dijunjung. Masing-masing kabupaten di seluruh NTT
telah mendapatkan quota/jatah pengeluaran ternak dari Pemprov NTT, sesuai
dengan prinsip dan ketentuan otonomi daerah maka kami Sumba Timur lah yang
berhak untuk melakukan prosedur pengeluaran ternak kami sendiri, bukan
kabupaten tetangga lainnya. Sebagaimana juga telah diatur dalam prosedur tetap
(protap) pengeluaran hewan ternak Sumba Timur, saya nyatakan 250 ekor sapi
tersebut kami tahan, perijinan dari Sumba Tengah kami nyatakan tidak berlaku
karena dari awal sudah salah prosedur”, ujar Herman R. Haba saat pertemuan
berlangsung.
Oktavianus sempat
ngotot meminta alasan penahanan dan penurunan paksa sapi yang akan dilakukan
petugas, namun dapat ditepis dengan jawaban yang mencengangkan oleh Herman R.
Haba merunut dasar aturan yang berlaku di Sumba Timur, dan ia akan memberikan
kebijakan sebagai solusinya yaitu, setelah semua sapi dikumpulkan kembali di
kandang tampung karantina maka UD. Kasih Ibu boleh mengajukan permintaan ijin
kepada Pemkab Sumba Timur dan akan ditindak lanjuti oleh petugas dinas/instansi
terkait baik proses perijinan maupun teknis pemeriksaan terhadap ternak sapi
dimaksud.
Pihak kuasa hukum Oktavianus
yakni Abdul Wahab, SH dan Manotona Laia,SH,MA tidak keberatan menerima hasil
rapat, karena dalam rapat UD. Kasih Ibu diancam akan di-black list oleh Herman bila tetap bersikeras melanjutkan proses
pengapalannya.
“Ini bukan kali
pertama kasus terjadi, sebelumnya Oktavianus pernah melakukan kesalahan yang
sama namun berhasil lolos, ia sudah pernah kami berikan surat teguran dan
teguran lisan untuk tidak melakukan lagi, juga dibuatkan berita acara yang ia
tanda tangani, namun sepertinya Oktavianus memang tidak mau dibina oleh Disnak
Sumba Timur”, ungkap Herman, kesal.
Malam itu juga,
Herman R. Haba yang telah diberi kuasa oleh Pemkab Sumba Timur membuat dan
menandatangani surat penahanan resmi atas ternak sapi tersebut kepada UD. Kasih
Ibu, yang ditembuskan kepada Balai Karantina Hewan Waingapu, Polisi KP3 Laut,
Disnak Sumba Tengah dan Bupati Sumba Timur, proses ini berlangsung hingga dini
hari pukul 01.00 Wita.
Terpantau, Selasa
(19/3) telah dilakukan pemeriksaan mulai dari awal terhadap seluruh sapi yang bermasalah.
Seluruh biaya yang timbul akibat dari ulah pedagang “nakal” tersebut nantinya
ditanggung sendiri oleh pedagang. Hingga berita ini diturunkan ke-250 ekor sapi
tersebut belum dikapalkan, sedang menjalani proses pemeriksaan lanjutan dan
pengurusan perijinan.
Ditulis oleh: Hisyam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar